Nama Kitab :Syarah matan Abu Syuja’
Kategori : Kitab fikih madzhab imam Asy Syafi’I
rohimahullah
Muallif : Muhammad bin Hasan
Abdul Ghoffar rohimahullah
Penerjemah : Hindra Kurniawan
Situs Asli :www.islamweb.net
Part :seventeen
Bismillahirrohmanirrohim,
alhamdulillahirobbil’alamin, washallallah ‘ala nabiyyina muhammadin, waalihi
waashhabihi ajma’in amma ba’du.
AIR NAJIS
Jika barang
najis jatuh pada air dan mengubah sifat air dari sifat yang tiga: rasa bau dan
warna, sama saja air tersebut sedikit atau banyak, maka semua ulama’ sepakat
(ijma’) bahwwa air tersebut MENJADI NAJIS (mutanajis), tidak boleh digunakan
untuk menghilangkan hadats dan juga tidak boleh untuk (bersuci) menghilangkan
najis.
Dan menurut
ulama’ syafi’iyyah ada perbedaan pendapat (tentang air yang terkena najis jika
air tersebut) sedikit atau banyak, dan letak yang dipermasalahkan adalah antara
air itu sedikit atau banyak: yaitu dua qullah, kalau kita memiliki wadah yang
berisi air dan kejatuhan kotoran yang najis dan tidak merubahnya maka hukumnya
najis menurut ulama’ syafi’iyyah, karena air tersebut jumlahnya sedikit.
Lain halnya jika air tersebut lebih dari dua qullah dan kejatuhan najis dan tidak berubah maka dia tetap Tohur (suci mensucikan).
Dan dalil
para ulama’ syafi’iyyah (tentang) pembedaan antara air sedikit dan banyak
adalah hadits Abdullah bin Umar rodliallahu’anhuma wa ardlohu berkata
Rosulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
(إذا بلغ الماء قلتين لم يحمل الخبث)
Jika air
telah mencapai dua qullah maka tidak terpengarauh dengan najis
Dan menurut
pendapat yang Rojih hadits ini adalah Sohih, dan dalam pendalilan dengan hadits
ini ada (pendalilan) secara MANTUQ (pendalilan selaras dengan lafal hadits/tersurat)
dan MAFHUM (pendalilan dari pemahaman seseorang terhadap hadits/tersirat)
-adapun
(pendalilah hadits secara) Mantuq adalah: Jika air telah mencapai dua qullah
maka tidak terpengarauh dengan najis
Dan jika
jatuh padanya najis apa saja maka SECARA MUTLAK TIDAK BISA MEMBUATNYA NAJIS,
akan tetapi (para ulama’ sepakat/ijma’) bahwa jika berubah salah satu sifat
maka (tetap) menjadi NAJIS.
-adapun
(pendalilah hadits secara) Mafhum adalah: jika air kurang dari dua qullah maka
hukumnya terjadi perbedaan:
1)pertama:
tidak terpengaruh Najis (tetap tohur), sedangkan di sini terpengaruh najis,
maka jika air kurang dari dua qullah dan jatuh padanya barang najis walaupun
satu tetes air seni, maka menurut ulama’ syafi’iyyah (hukumnya) menjadi najis.
2)yang
kedua: hadits sohih dari Abu Huroiroh rodliallahu’anhu wa ardlohu berkata:
Rosulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
(إذا استيقظ أحدكم من نومه فلا يغمس يده في الإناء حتى يغسلها
ثلاثاً)
Jika salah
seorang dari kalian terbangun dari tidurnya, maka jangan menceburkan tangannya
ke tempat air sampai dia membasuhnya tiga kali
Kemudian
menjelaskan masalah dan hikmanya dan bersabda:
: (فإنه لا يدري أين باتت يده)
Karena
sesungguhnya dia tidak mengetahui tadi malam kemana saja tangannya (barangkali ke tempat yang ada kotorannya)
Syaik Ahmad
Syakir rohimahullah berkata:
Jika terjadi
khilaf secara bahasa, maka perkataan imam Asy-Syafi’I rohimahullah adalah
HUJJAH karena dia dari arab murni (keturunan Quraisy) dan imam
Asy-Syafi’I rohimahullah berkata:
العلة أنهم كانوا يستطيبون بالحجارة
Letak
masalahnya adalah bahwa mereka itu dulu bersuci dengan batu (istijmar),
maksudnya mereka dulu bersuci dengan bebatuan, dan bersuci dengan bebatuan membersihkan
ain najis akan tetapi menyisakan bekas, dan
ketika tidur berkeringat karena negaranya beriklim panas, maka jika menggaruk Dengan
jari-jarinya pada tempat najis, maka akan menempel pada jari-jarinya sesuatu
yang najis, dan najis ini sangat sedikit sekali yang tidak mungkin bagi
seseorang untuk melihatnya, maka ketika dia berdiri dan tangannya telah
tertempel sesuatu yang najis, dan meletakkan tangannya ke tempat air, maka air
yang dalam wadah tersebut hukumnya menjadi NAJIS, dan sisi pendalilan dari
hadits adalah:TIDAK ADANYA PERINCIAN
Karena Nabi
shallallahu’alaihiwasallam TIDAK BERSABDA dalam hadits tersebut:
فإن تغير الماء فلا يجوز استعماله،
وإن لم يتغير فيجوز استعماله، بل أطلق وقال: (لا يضع يده)، سواء تغير، أو لم
يتغير، فيكون حكمه واحداً وهو: النجاسة.
Jika air
tidak berubah maka boleh menggunakannya, jika tidak berubah maka boleh menggunakannya,
akan tetapi beliau bersabda dengan MUTLAK: jangan menceburkan
tangannya” (ini berarti) sama saja
(hukumnya) baik air tersebut berubah ataupun tidak hukumnya adalah satu yaitu
NAJIS.
3)dalil
yang ketiga: nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
(إذا ولغ الكلب في إناء أحدكم فليغسله سبعاً)
Jika seekor
anjing menjilati perabot kalian (piring dll) maka cucilah tujuh kali
dan dalam
riwayat yang lain
(إحداهن بالتراب)
“salah
satunya dengan tanah”
Atau beliau
bersabda:
(طهارة إناء أحدكم إذا ولغ فيه الكلب أن يغسله سبعاً)
“Cara mencuci
perabot salah seorang kalian yang dijilat anjing adalah dengan mencucinya tujuh
kali”
dan dalam
riwayat yang lain:
(فأهرقه)
tumpahkan
(air yang ada) padanya
Dan
perintah menumpahkan air karena air telah rusak sebab kemasukan barang najis,
dan najis ini berasal dari jilatan anjing pada perabot, dan Nabi
shallallahu’alaihi wasallam dalam hadits ini TIDAK BERSABDA: jika air berubah
maka buang lah airnya dan jika tidak berubah maka jangan dibuang, (tapi beliau)
tidak membedakan, dan ini adalah TITIK PENDALILAN pada hadits ini
الدليل الرابع: حديث الهرة، فقد كان أحد الصحابة يتوضأ من الإناء، فجاءت هرة لتشرب فقرب لها الإناء، فدخلت زوجة ابنه فاندهشت ونظرت إليه، فقال لها: قال النبي صلى الله عليه وسلم: (إنها ليست بنجس، إنها من الطوافين عليكم)، فوجه الدلالة عند الشافعية من هذا الحديث: أن ولوغ القط في الإناء القليل لا ينجسه، ولو كان نجساً لنجسه، بدليل قوله: (إنها ليست بنجس)،
الدليل الرابع: حديث الهرة، فقد كان أحد الصحابة يتوضأ من الإناء، فجاءت هرة لتشرب فقرب لها الإناء، فدخلت زوجة ابنه فاندهشت ونظرت إليه، فقال لها: قال النبي صلى الله عليه وسلم: (إنها ليست بنجس، إنها من الطوافين عليكم)، فوجه الدلالة عند الشافعية من هذا الحديث: أن ولوغ القط في الإناء القليل لا ينجسه، ولو كان نجساً لنجسه، بدليل قوله: (إنها ليست بنجس)،
4)dalil
yang ke empat Hadits Al-Hirroh (kucing)
Dulu salah
seorang sahabat berwudlu dengan satu gayung, kemudian datang seekor kucing
mendekati gayung tersebut (minum dengannya), dan istri anaknya (menantu
perempuan) datang dan terkejut melihatnya. Dan Nabi shallallahu’alaihi wasallam
bersabda :
(إنها ليست بنجس، إنها من الطوافين عليكم)،
Sesungguhnya
dia (kucing) tidaklah najis, sesungguhnya dia termasuk hewan yang suka berada
di sekitar kalian (datang dan pergi)
Dan sisi
pendalilan menurut ulama’ syafi’iyyah pada hadits ini adalah: bahwa jilatan
kucing pada air yang sedikit tidaklah (menjadikan air)najis, andaikata najis
niscaya (Nabi shallallahu’alaihi wasallam akan mengatakannya)najis, (akan
tetapi beliau menjelaskan tidak najis dengan) sabda beliau: Sesungguhnya dia
(kucing) tidaklah najis
فمفهوم المخالفة أنه لو كان سؤر القط
نجساً، وشربت من الإناء فإنه ينجس سواء تغير أو لم تغير.
Dan MAFHUM
MUKHOLAFAH (makna yang dipahami dari hadits secara antonym/kebalikannya)
adalah: seandainya bekas minum kucing itu najis, yang mana (dia) minum dari
wadah (itu) maka akan menjadi najis, sama saja sedikit ataupun banyak (ternyata
tidak demikian).
Mereka
mengatakan: ini adalah dalil dari atsar.
Adapun
(dalil) dadri NADZOR: jika kita membedakan antara air yang sedikit dan banyak
(berlaku kaidah)
أن المشقة تجلب التيسير
Bahwa di
mana ada kesulitan maka disitu terdapat kemudahan
Maka ketika
menjaga air sedikit itu mudah, maka kita PERKETAT hukumnya (ketika airnya
sedikit), sungguh (Allah telah menetapkan) dalam syareat: tentang wajibnya
menjaga air kalian dari barang-barang najis, maka jika kalian tidak menjaganya
sungguh KETERLALUAN kalian maka hukum menjadi KETAT bagi kalian, dan air ini
menjadi najis,
Akan tetapi
jika air tersebut banyak, dan menyulitkan kalian untuk menjaganya, maka kami
MEMUDAHKAN secara hukum.
Sedangkan para ulama’ Malikiyah berbeda pendapat tentang hal ini, dan mereka mempunyai dalil yang sangat kuat, sampai imam Al-Ghozali rohimahullah (yang beliau bermadzhab syafi’I saja) mengatakan:
ليت الشافعي قال بقول مالك في المياه
Andai saja
imam Asy-syafi’I rohimahullah (mau) berpendapat sama dengan pendapat imam malik
dalam masalah air (tentu akan sangat bagus).
Dan
perkataan ini tidak diambil dengannya dan tidak bisa dipertanggungjawabkan
(tidak muktabar), bahkan para ulama’ syafi’iyyah berpendirian bahwa madzhab
syafi’iyyah lah yang benar, yang mana dalil berpihak pada mereka.
Dan ulama’
malikiyah berdalil dengan keumumam sabda nabi shallallahu’alaihi wasalllam
(الماء طهور)
Air itu
adalah suci mensucikan
Maksudnya
sama saja tohur baik sedikit apalagi banyak(لا ينجسه شيء)Tidak ada sesuatupun yang bisa membuatnya najis
Dan dia
bisa mensucikan barang yang najis, maka bagaimana bisa kamu membedakan antara
air sedikit dengan yang banyak?
Mereka
mengatakan: kalau air sedikit tercampur dengan air seni maka menjadi najis,
karena air sedikit menurut kalian, kalau terkena najis (juga) menjadi najis.
Dan akan
kita jelaskan bantahan tentang (pendapat malikiyah) ini…, dan dalam masalah ini
kita akan perluas dengan membicarakan perbedaan pendapat di dalamnya ,dan akan
kita jelaskan bantahan (kami) kepada para ulama’ yang menyelisihinya insya
Allah ta’ala.
demikian perkataanku ini, dan aku meminta ampun kepada Allah untuk ku dan untuk mu.
demikian perkataanku ini, dan aku meminta ampun kepada Allah untuk ku dan untuk mu.
***
Sungguh
telah terjadi perselisihan pendapat yang sangat keras diantara para ahli fikih
dalam masalah bertemunya air dengan barang najis, diatara mereka:
1) ada yang
membedakan antara yang sedikit dan banyak,
2)dan ada
yang berpendapat dengan tetap pada konsisi semula yaitu suci mensucikan selama
tidak berubah,
3)ada lagi
yang berpendapat yang selainnya.
Dan
pembahasan dalam khilaf tersebut terdapat perbedaan yang sangat jelas, (yang
satu) berdasarkan dalil (yang nyata) sementara yang lain berdasarkan fanatic
(madzhab) dan hawa nafsu, maka barang siapa yang dikehendaki oleh Allah
kebaikan dia akan DIA akan menjadikannya pandai dalam masalah agama.
AIR NAJIS
إن الحمد لله، نحمده ونستعينه
ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا، ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل
له، ومن يضلل فلا هادي له.
وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله.
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ} [آل عمران:102].
{يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا} [النساء:1].
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا} [الأحزاب:70 - 71].
أما بعد.
فإن أصدق الحديث كتاب الله، وأحسن الهدي هدي محمد صلى الله عليه وسلم، وشر الأمور محدثاتها، وكل محدثة بدعة، وكل بدعة ضلالة، وكل ضلالة في النار، ثم أما بعد.
وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله.
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ} [آل عمران:102].
{يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا} [النساء:1].
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا} [الأحزاب:70 - 71].
أما بعد.
فإن أصدق الحديث كتاب الله، وأحسن الهدي هدي محمد صلى الله عليه وسلم، وشر الأمور محدثاتها، وكل محدثة بدعة، وكل بدعة ضلالة، وكل ضلالة في النار، ثم أما بعد.
حديثنا عن القسم الثالث، وسنتحدث عنه
باستفاضة، ونتعرض للخلاف مع المالكية والترجيح في ذلك.
Kita telah
membicarakan tentang (pembagian) air yang ketiga: dan kita akan membahasnya
dengan penjelasan yang luas, karena terjadinya perbedaan pendapat dengan para ulama’
madzhab maliki, dan (akan kita jelaskan) tarjih tentangnya.
3)pembagian
ke tiga: air najis, yaitu air yang kecampuran barang najis sama saja (wadah)
kecil ataupun besar.
Dan
dalil-dalil ini andakata doif, akan tetapi para ulama’ (fikih) sepakat kebenaran
(maknaya) yaitu hadits: Ibnu Majah Rodliallahu’anhu bahwa Rosulullah
shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
(الماء طهور لا ينجسه شيء إلا ما غير من طعمه أو لونه أو ريحه)
Air itu
adalah suci mensucikan dan tidak ada yang bisa membuaynya najis kecuali air
yang berubah rasa atau warna atau baunya
Para ahli
hadits telah sepakat tentang kedhoifannya, akan tetapi para ahli fikih sepakat
kebenarannya secara makna terhadap hadits tersebut: bahwa jika air telah
berubah sifat dari sifat-sifatnya, maka perubahan ini berbekas dan mempengaruhi
hukum, yaitu menjadi NAJIS.
Jika air
itu terkena barang suci seperti sabun, za’faran atau mawar,dan bekas padanya
adalah perubahan rasa warna dan bau,maka air tersebut menjadi Tohir (bukan
tohur) (lain halnya) bila terkena najis, maka air tersebut akan menjaidi najis,
dan perbedaan dari keduanya adalah: bahwa air najis itu bisa membuat najis yang
lainnya jika digunakan, (hal ini ) berarti: bahwa seseorang jika ingin berwudlu
dengan air sementara kelihatan jelas air yang akan digunakan tersebut najis,
maka kita katakana padanya: sesungguhnya pada tempat wudlu (yang terkena najis
tersebut) harus di guyur (dilewati) air mutlak, sampai hilang najis tersebut,
karena engkau terkena najis.
Akan tetapi
jika air (yang akan digunakan untuk berwudlu) adalah tercampur dengan sabun
(yang bersifat suci): dan air sabun menurut pendapat ulama’ adalah suci tidak
mensucikan, maka (terhadap orang tadi) kita tidak mengatakan (harus membilas)
kecuali dia hanya harus mengulangi wudlunya. Dan jika air (sabun tersebut)
mengenai pakaianmu atau rambutmu, atau badanmu atau kakimu atau salah satu
anggota dari badanmu, maka tidak perlu dibilas, karena (air sabun itu) adalah
air suci, dan kamu boleh shalat (karena tidak terkena najis).
أما الثاني: وهو الماء النجس: فإنه إذا أصاب ثوبه وصلى وهو يعلم أن ثوبه قد انصبغ بالماء النجس فإن صلاته لا تصح وهذه ثمرة الخلاف، حيث نقول: يتفقان ويفترقان، فيتفقان في أن الماء الطاهر يتفق مع الماء النجس في عدم صحة الطهارة به لا في رفع الحدث ولا في إزالة النجس، بل لا بد من ماء مطلق خلاف الأحناف، فالأحناف يقولون: بأن المائعات تزيل الأنجاس،
أما الثاني: وهو الماء النجس: فإنه إذا أصاب ثوبه وصلى وهو يعلم أن ثوبه قد انصبغ بالماء النجس فإن صلاته لا تصح وهذه ثمرة الخلاف، حيث نقول: يتفقان ويفترقان، فيتفقان في أن الماء الطاهر يتفق مع الماء النجس في عدم صحة الطهارة به لا في رفع الحدث ولا في إزالة النجس، بل لا بد من ماء مطلق خلاف الأحناف، فالأحناف يقولون: بأن المائعات تزيل الأنجاس،
Adapun yang
kedua adalah: air najis, maka jika air najis mengenai pakaiannya dan dia shalat
padahal dia mengetahui bahwa pakaiannya telah terkena air najis, maka
shalatnaya TIDAK SAH dan ini adalah buah dari perbedaan pendapat, kan kami
katakan: para ulama’ SEPAKAT dalam DUA hal dan BERBEDA pendapat dalam DUA hal
-sepakat
dalam masalah: bahawa air tohir dan air najis keduanya tidak bisa digunakan
untuk bersuci baik untuk menghilangkan hadats atau najis, akan tetapi harus
dengan air mutlak, lain halnya ulama’ Hanafiyah, mereka mengatakan: بأن
المائعات تزيل الأنجاس bahwa air yang bercampur dengan sesuatu yang suci itu
tetap bisa menghilangkan najis
-dan yang
benar adalah bahwa keduanya sepakat dalam menghilangkan najis, jika najis
tersebut mengenai pakaian atau suatu tempat maka wajib membasuhnya, karena
telah terkena najis sehingga tidak sah shalat dengannya, adapun jika badan atau
pakaian terkena air yang tohir maka
shalatnya sah jika dia mempunyai wudlu.
Dan tujuan
yang dimaksud (dari khilaf) adalah: sah atau tidakkah menghilangkan najis
dengan air tohir?
Karena ini
adalah pendapat ulama’ hanafiyah, yang di rojihkan oleh syaikh islam
rohimahumullah
Dan khilaf di sini sangat lemah, dan pendapat
yang benar adalah pendapat jumhur ulama’:
Bahwa tidak
sah menghilangkan najis kecuali dengan air (tohur) bahkan walau dengan
matahari, maksudnya: kalau terdapat najis pada pakaian dan matahari
menyinarinya dan najis menjadi tidak kelihatan
Maksudnya
jika najis itu hilang dengan (perantaraan) barang najis yang lain apakah ini
sah atau tidak? Dan pembahasan tentang masalah ini sangat keras sekali, dalam
(menggunakan air untuk) menghilangkan najis: apakah barang najis itu tetap
najis setelah berubah ain najis (diri najis tersebut) pada ain yang lain,
misalnya:
Babi mati
pada tempat yang ada airnya, atau tempat yang di dalamnya ada garam, dan ain
babi tersebut hilang, dari babi berubah menjadi garam, dan menjadi garam. Dan
perubahan ini mungkin terjadi, dan hal tersebut mudah sekali, maka apakah
dengan keadaan ini (garam tersebut) suci atau najis? Dan dia ada satu masalah
menimbulkan perdebatan (panjang) bukan sepele dan khilaf tentangnya sangat
keras.
Allahummanfa’na
ma ‘allam tana wa’allimna ma yanfa’una robbi zidna ‘ilma, wala taj’al liddunya
akbaro hammina.
Washallallah
‘ala nabiyyina Muhammad walhamdulillahirobbil ‘alamin
Insya Allah
Tobe continue part eighteen…
1)apakah
yang disebut dengan air mutanajis?
2)menurut
ulama’ syafi’iyyah bagaimana hukum air sedikit yang terkena najis?
3) menurut
ulama’ syafi’iyyah bagaimana hukum air lebih dari dua qullah yang terkena
najis, dan tidak berubah?
4) menurut
ulama’ syafi’iyyah bagaimana hukum air lebih dari dua qullah yang terkena najis
dan berubah?
5)jelaskan
pendalilan mantuq dari hadits : “Jika air telah mencapai dua qullah maka
tidak terpengarauh dengan najis”!
6) jelaskan pendalilan mafhum dari hadits : “Jika air
telah mencapai dua qullah maka tidak terpengarauh dengan najis”!
7)ketika orang bangun tidur mengapa tidak boleh
memasukkan tangannya ke wadah air?
8)mengapa
syaikh Ahmad syakir rohimahullah berkata kalau terjadi khilaf secara bahasa
maka perkataan imam syafi’I adalah hujjah?
9)bagaimana
penjelasan imam syafi’I rohimahullah tentang larangan memasukkan tangan ke
wadah air ketika bangun tidur?
10)apa
hikmah yang bisa diambil dari pendalilan secara mutlak tentang hadits larangan
memasukkan tangan ke wadah saat bangun tidur?
11)bagaimana
cara mencuci perabot yang dijilat anjing?
12) Nabi
shallallahu’alaihi wasallam memerintahkan untuk menumpahkan air dalam wadah
yang dijilat anjing, dan beliau tidak merinci airnya berubah atau tidak, apa
pelajaran yang bisa diambil dari hal tersebut?
13)sebutkan
mafhum mukholafah tentang hadits kucing menjilat air dalam wadah?
14)apa
makna kaidah “أن المشقة تجلب التيسير ?
15)apakah
dalil ulama’ malikiyah yang tidak membedakan air sedikit dan banyak?
16)bagaimana
pendapat penulis terhadap orang yang berwudlu dengan air sabun?
17) bagaimana
pendapat penulis terhadap pakaian yang terkena air sabun?
18) para
ulama’ malikiyyah apakah membedakan antara air sedikit dan banyak?
19)bagaimana
pendapat para ulama’ malikiyyah tentang hukum ari tohir?
20)bagaimana
hukum orang yang shalat sedangkan dia mengetahui pada bajunya terdapat najis?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar